You're Here: Home » Perawatan Kulit » AstraZeneca Indonesia lalu KFTD Bekerjasama Tingkatkan Efisiensi Layanan Aspek Kesehatan Primer

AstraZeneca Indonesia lalu KFTD Bekerjasama Tingkatkan Efisiensi Layanan Aspek Kesehatan Primer

|    Perawatan Kulit| Shares: 0

Ledisia.com – JAKARTA – AstraZeneca Indonesia dengan bangga mengumumkan kerja mirip dengan Kimia Farma Trading & Distribution (KFTD), perjanjian distributor eksklusif khusus untuk meningkatkan layanan kemampuan fisik primer di tempat Indonesia, khususnya pada penanganan asma kemudian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).

Kemitraan ini merupakan kelanjutan dari penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Bidang Kesehatan untuk meningkatkan ekosistem layanan kebugaran di skrining lalu diagnosis dini PTM dengan meningkatkan kapabilitas tenaga kesehatan, dan juga menguatkan pengelolaan penyakit melalui terapi inovatif sesuai panduan.

Di samping itu, kolaborasi ini juga merupakan salah satu langkah strategis di menghadapi tantangan kebugaran yang mana semakin meningkat dalam warga Indonesia lalu setuju untuk berkolaborasi di distribusi produk-produk kondisi tubuh yang digunakan inovatif kemudian berkualitas tinggi, guna menegaskan aksesibilitas yang tambahan baik bagi pasien yang tersebut membutuhkan.

Merujuk data Global Asthma Report 2022, prevalensi keseluruhan gejala asma secara global adalah 9,1% untuk anak-anak, 11,0% untuk remaja, lalu 6,6% untuk orang dewasa. Angka ini bervariasi berdasarkan tingkat pendapatan negara, dengan prevalensi lebih banyak rendah pada semua kelompok usia di tempat negara-negara berpendapatan rendah hingga menengah ke bawah, serta prevalensi tertinggi di dalam negara-negara berpendapatan tinggi.

Sedangkan di area Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyatakan bahwa prevalensi asma di tempat Indonesia mencapai 12 jt lebih besar persoalan hukum atau 4,5% dari seluruh jumlah keseluruhan penduduk pada tahun 2023. Pada tahun 2023, PDPI juga menyatakan bahwa penderita PPOK di dalam Indonesia mencapai 4,8 jt orang dengan prevalensi 5,6%.

Penanganan asma dalam tingkat layanan primer di area Indonesia masih dapat ditingkatkan untuk lebih besar selaras dengan panduan klinis terkini. Sebagai contoh, penyelenggaraan ICS (Inhaled Corticosteroids) yang mana merupakan standar pada perawatan asma, belum sepenuhnya dioptimalkan. Oleh dikarenakan itu, diperlukan upaya tambahan lanjut untuk meningkatkan diagnosis yang tepat juga akses terhadap perawatan yang digunakan sesuai guna memperkuat penanganan asma yang lebih lanjut efektif.

Penanganan asma secara optimal melibatkan kombinasi terapi, termasuk pemanfaatan kortikosteroid inhalasi untuk mengendalikan peradangan, juga bronkodilator inhalasi untuk melegakan saluran napas. Konsekuensi perawatan yang efektif dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, menghindari serangan akut, serta menghurangi beban biaya kesehatan. Namun, akses terhadap terapi ini di area layanan primer masih belum merata di dalam Indonesia.

Berdasarkan Global Initiatives for Asthma (GINA), pemakaian ICS dengan dosis rendah dianjurkan untuk seseorang yang mengalami gejala asma jarang kurang dari 3-5 hari per minggu. Sedangkan pengaplikasian ICS-LABA (Inhaled Corticosteroids – Long-Acting Beta-Agonists) dengan dosis rendah dianjurkan untuk gejala asma yang tersebut terjadi hampir setiap hari sekitar 4-5 per minggu atau dengan gejala lain seperti bangun sebab asma seminggu sekali lalu penurunan fungsi paru.

Dosis sedang atau tinggi ICS-LABA dianjurkan untuk seseorang yang digunakan memiliki gejala asma setiap hari. Meskipun ICS-LABA dapat digunakan untuk penyembuhan asma, ICS-Formoterol lebih lanjut diutamakan sebagai rekomendasi track-1 (pilihan pertama). Sementara itu, berdasarkan Global Initiatives for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), pemanfaatan ICS dianjurkan apabila terjadi lebih banyak dari 2 kali eksaserbasi PPOK setiap tahunnya.