You're Here: Home » Program Hamil » Apa Saja Persiapan Menjadi Orang Tua yang Baik?

Apa Saja Persiapan Menjadi Orang Tua yang Baik?

|    Program Hamil| Shares: 0

“Apakah Anda dan suami sudah siap menjadi orangtua?”

Ledisia.com – Hai, Ledis! Pernah mengalami dan mendapat pertanyaan serupa juga? Mayoritas pasangan suami istri pasti langsung mengamini pertanyaan tersebut. Bagi mereka, menikah dan memiliki anak adalah kodrat seorang manusia. Oleh karenanya, siap tidak siap, menjadi orang tua pasti dilakoni.

Di sisi lain, ada juga sebagian pasangan yang masih pikir-pikir. Menurutnya, menjadi orang tua memanglah kodrat. Hanya saja, perkara ini bisa menunggu waktu yang tepat. Pertanyaan soal siap dan tidak siap menjadi orang tua di atas, lantas punya banyak turunan yang dianggap menyulitkan seperti:

“Apakah saya bisa menjadi orang tua yang baik? Apakah saya sudah siap menjalani semua keribetan yang diakibatkan oleh anak? Apakah sudah ada dana untuk membesarkan dan membiayai pendidikan mereka sampai tuntas?”

Karena terlalu memikirkan hal tersebut, ada saja yang masih goyah pada keputusan memiliki anak. Perlu waktu bertahun-tahun lamanya untuk benar-benar siap memomong anak. Apalagi jika masih ada hal-hal yang ingin dikejar di luar fokus keluarga. Prestasi, posisi kerja, pengalaman, kematangan mental, atau bahkan finansial yang tinggi.

Memiliki Anak Adalah “Proyek” Berkepanjangan. Perencanaan yang Matang Justru Akan Membuatnya Sedikit Lebih Ringan

Di balik semua rasa mantap atau juga keraguan tersebut, yang penting yakinilah keputusan Anda dan suami dengan pemikiran matang dan rasional. Sesuaikan pula dengan situasi dan kondisi saat ini. Memiliki anak adalah “proyek” seumur hidup. Oleh karenanya, segala resiko tidak mungkin dihindari. Tanggung jawab pun harus selalu diemban. Di artikel Ledisia.com ini, semoga Ledis dan pasangan semakin menyadari perencanaan kehamilan yang matang sebagai solusinya.

 

Apa yang seringkali membuat peran orang tua ternyata jadi sulit?

Ada masanya nanti, anak sulit diberitahu - via lepotaizdravlje.rs

Ada masanya nanti, anak sulit diberitahu – via lepotaizdravlje.rspersi

Sebenarnya, menjadi orang tua itu benar-benar menyenangkan. Bayangkan ketika Anda dan suami menginginkan kehadirannya di rumah, namun perlu usaha yang cukup keras untuk mendapatkannya! Pada suatu hari yang tak diduga, Anda merasakan mual dan buru-buru mengambil testpack. Dua garis berwarna merah memberi kabar bahwa Anda sedang hamil saat itu juga. Usai mengandung sembilan bulan, Anda pun melahirkan seorang bayi yang lucu dan sehat.

Menjadi ayah dan ibu baru terasa semakin sulit karena adanya tuntutan waktu dan tenaga berlebih untuk dicurahkan pada si bayi. Otomatis waktu istirahat dan bersenang-senang semakin sedikit. Tidak hanya waktu saja. Hampir semua orang tua mengalami masalah finansial, minimnya dukungan emosional dari lingkungan, pelatihan, atau persiapan untuk merawat anak yang tepat. Kadang ada rasa bersalah juga karena pengetahuan merawat dan menjaga anak belum cukup luas. Sementara mungkin saja Anda sendiri punya permasalahan lain yang sama pentingnya. Dilema, bukan?

Memiliki anak memang benar  akan membawa perubahan besar dalam hidup. Khususnya pada wanita, tanggung jawab lebih banyak dibebankan padanya dibandingkan pada laki-laki. Sedangkan sang suami bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan finansial keluarga. Oleh karenanya, tak sedikit wanita memilih mengalah dan meninggalkan profesi demi tumbuh kembang sang bayi. Profesi wanita karir rela dilepas dan berubah menjadi ibu rumah tangga, sebuah profesi yang tidak memerlukan gaji dan jenjang karir. Ya, pengorbanan semacam inilah yang sering ditemui pada sejumlah wanita.

Namun bukan berarti pria tidak banyak berkorban. Setelah memiliki bayi, biasanya pria lebih giat mencari uang. Sekaligus juga, tetap memiliki waktu untuk memperhatikan sang bayi. Kesadaran untuk giat mencari uang itu sendiri dikarenakan hadirnya anggota keluarga baru dan memungkinkan anggaran tambahan. Belum lagi dengan biaya listrik, sewa rumah, air, berbagai asuransi, hingga angsuran kredit keluarga yang belum terlunasi.

Bagi yang telah menjalani kehidupan orang tua baru semacam itu, tentunya tidak akan memungkiri resiko dari memiliki anak. Perasaan susah dan tidak menyenangkan juga tidak mungkin tidak dialami.

Tapi dengan kesadaran hati, inilah pengorbanan yang menurut mereka akan menyenangkan hati. Pengorbanan yang bermanfaat demi masa depan si kecil dan keluarga di masa depan.

 

Memiliki anak adalah realitas yang harus disadari konsekuensinya. Dengan perencanaan matang, segala resiko bisa menjadi lebih ringan.

Membuat rencana matang - via venusbuzz.com

Membuat rencana matang – via venusbuzz.com

Anda yang pernah membaca artikel ini, tentu sudah berpikir betul bahwa memiliki anak tidak sebatas kata “siap”. Ada banyak resiko, mulai dari mental, profesi, waktu, tenaga, hingga finansial. Tapi, tidak perlu takut terhadap semua itu. Semua yang perlu Anda dan suami lakukan adalah melakukan perencanaan sejak dini. Beruntunglah jika Anda dan suami baru saja menikah dan belum mempunyai anak. Karena perencanaan yang matang bisa segera dimulai sejak awal, sejak merencanakan kehamilan. Tapi bukan alasan juga untuk tidak membuat perencanaan bagi yang telah memiliki anak sebelumnya.

Untuk memulai perencanaan ini, tidak usah fokus memikirkan susah dan ribetnya memiliki anak. Pertanyaan berikut ini dapat membantu agar perencanaan memiliki anak antara Anda dan suami bisa berjalan tetap dalam jangka panjang.

  • Apakah Anda dan suami akan sepakat menyisakan waktu untuk kepentingan keluarga? Misalnya, waktu untuk Anda dan suami meningkatkan hubungan dan merencanakan kehamilan. Ke depannya, waktu ini pulalah yang digunakan untuk memperhatikan sang buah hati.
  • Apa saja yang membuat Anda dan suami senang saat memiliki bayi? Apa pula yang membuat Anda tak senang memiliki bayi? Dengan mengetahui keduanya, Anda dan suami akan mencari cara yang adil untuk mengatasinya. Tak terkecuali, soal giliran waktu mengasuh bayi.
  • Bagaimana Anda dan suami mengapresiasi pengasuhan yang dulu pernah dirasakan? Apakah ada yang berjalan kurang baik? Jika ada, rencanakanlah hal lain agar tidak berujung negatif pada sang buah hati.
  • Pesan atau nasehat apa saja yang pernah diterima agar menjadi orang tua yang baik?
  • Yang terakhir, apa yang dirasakan saat menjawab semua pertanyaan tersebut? Antusias mencari solusinya atau berat hatikah?

Selepas membaca artikel ini, Anda tak perlu gusar lagi mendengar pertanyaan orang tentang memiliki momongan. Lebih-lebih, kalau mereka datang dan menakuti dengan banyak pernyataan tentang susahnya memiliki anak.

Katakan saja pada mereka bahwa Anda dan suami sudah memiliki perencanaan matang dan ini adalah rahasia berdua saja!

Tetap Semangat!